Articles

10 Mitos & Fakta Seputar Penyakit Hepatitis B

Hepatitis B adalah penyakit peradangan hati, baik akut maupun menahun (kronis) yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan global, termasuk di Indonesia. Di Asia Tenggara, Indonesia merupakan negara endemis hepatitis B kedua setelah Myanmar. Banyak beredar informasi dan isu tentang hepatitis B di masyarakat, tetapi tidak semuanya benar, bahkan banyak yang merupakan mitos. 

Mari kita simak beberapa mitos dan fakta mengenai hepatitis B. 

Mitos: Hepatitis A, B, C, D, dan E adalah urutan keparahan penyakit.

Fakta: Penamaan hepatitis A, B, C, D, dan E mengacu pada nama virus penyebab penyakit peradangan hati. Abjad tersebut tidak mencerminkan derajat keparahan penyakit. Hepatitis A dan E biasanya bersifat akut dan hanya sedikit yang menjadi fatal terutama pada orang dengan komorbid atau lansia. Sedangkan hepatitis B dan C dapat menjadi kronis dan menyebabkan komplikasi sirosis atau kanker hati. Hepatitis D hanya dapat menginfeksi bersamaan atau pada individu yang sudah terkena hepatitis B.

Mitos: Virus hepatitis B menyebar melalui makanan kotor.

Fakta: Virus ini tidak menyebar melalui makanan atau kontak biasa, tetapi dapat menyebar melalui darah atau cairan tubuh dari penderita yang terinfeksi. Seorang bayi dapat terinfeksi dari ibu selama proses kelahirannya. Selain itu, penyebaran virus juga dapat terjadi melalui kegiatan seksual, penggunaan berulang jarum suntik, dan transfusi darah yang mengandung virus di dalamnya.

Mitos: Semua sakit kuning disebabkan oleh hepatitis B.

Fakta: Tidak semua sakit kuning pasti hepatitis B. Gejala kuning yang dapat diamati pada mata atau kulit penderita menandakan peningkatan kadar bilirubin (cairan empedu) di dalam tubuh orang tersebut. Penyebab kuning pada seseorang bisa karena proses penyakit di hati (contohnya adalah hepatitis, sirosis hati, kanker hati, dan sebagainya), ataupun karena proses kelainan selain di hati seperti kelainan darah (anemia hemolitik), sumbatan saluran empedu (oleh batu, tumor, maupun jaringan parut), gangguan transportasi cairan empedu yang bersifat genetik, dan sebagainya. 

Mitos: Bila tidak ada gejala, sudah pasti tidak ada sakit hepatitis B.

Fakta: Tidak semua pasien hepatitis B akan bergejala apalagi hepatitis kronis. Gejala yang dapat timbul antara lain hilang nafsu makan, mual dan muntah, air seni berwarna gelap, serta demam dan gejala mirip flu seperti lelah, nyeri otot atau tulang, dan sakit kepala. 

Namun, gejala-gejala tersebut tidak langsung dan bahkan ada yang sama sekali tidak muncul. Karena itulah banyak orang yang tidak menyadari bahwa dirinya telah terinfeksi dan baru diketahui setelah terjadi komplikasi seperti sirosis atau kanker hati. Dengan demikian, sangat penting melakukan pemeriksaan atau skrining untuk deteksi dini hepatitis B kronis seperti pada ibu hamil, pasien yang akan operasi atau menjalani prosedur atauterapi tertentu (misalnya kemoterapi, obat penekan sistem imun, dan cuci darah), penderita HIV, orang dengan pasangan atau orang tua yang diketahui terinfeksi hepatitis B, pelaku pasangan sejenis, penerima donor darah rutin, orang yang tidak divaksin hepatitis B, orang-orang yang lahir di negara endemis (termasuk Indonesia), serta orang dengan gangguan fungsi hati yang diketahui dari hasil medical check up.

Mitos: Hepatitis B merupakan penyakit genetik.

Fakta-: Hepatitis bukan penyakit genetik meskipun penularannya dapat terjadi dari ibu pengidap hepatitis B ke bayi yang dilahirkan. Penularan dapat terjadi selama dalam kandungan maupun saat persalinan. 

Untuk mengurangi kemungkinan penularan, setiap bayi yang lahir dari ibu pengidap hepatitis B wajib mendapatkan suntikan imunoglobulin dan imunisasi hepatitis B dalam 12 jam pertama kelahiran. Dengan cara ini pun, masih ada risiko penularan sebesar 10%.

Pada kondisi tersebut, ibu hamil yang diketahui mengidap hepatitis B dengan jumlah virus yang tinggi pada trimester ke-3 akan diberikan obat antivirus dengan tujuan mengurangi jumlah virus di dalam darah untuk mengurangi risiko penularan ke janin.

Mitos: Ibu pengidap hepatitis B tidak boleh menyusui bayinya.

Fakta: Pada ASI pengidap hepatitis B memang dapat ditemukan partikel virus hepatitis B. Akan tetapi, berbagai penelitian memperlihatkan hasil bahwa risiko penularan pada kelompok bayi yang mendapat ASI tidak berbeda dengan kelompok yang mendapat susu formula. Dengan demikian, ibu pengidap hepatitis B kronis tetap dianjurkan untuk memberi ASI pada bayinya, kecuali ada lecet atau perdarahan area puting payudara. Luka tersebut dapat mengandung cairan dengan virus hepatitis B sehingga dapat menularkan ke bayi.

Mitos: Hepatitis B hanya bisa menyerang orang dewasa.

Fakta: Hepatitis B dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia. Bila infeksi akut hepatitis B terjadi pada orang di atas usia 5 tahun, maka hanya 5-10% yang akan berlanjut menjadi hepatitis kronis. Sedangkan bila infeksi akut terjadi pada bayi, maka 90% akan berlanjut menjadi hepatitis B kronis. Hepatitis B kronis inilah yang berbahaya karena dapat berkomplikasi menjadi sirosis hati, kanker hati, dan gagal hati.

Mitos: Tidak perlu lakukan pemeriksaan laboratorium bila belum muncul gejala.

Fakta: Hepatitis B akut lebih sering memberikan gejala dibandingkan dengan hepatitis B kronis, walaupun terkadang tidak spesifik dan muncul seperti flu biasa. Pemeriksaan laboratorium penyaring sangat penting dilakukan sehingga pengobatan dapat dioptimalkan untuk mencegah komplikasi penyakit. Adapun pemeriksaan yang dianjurkan adalah:

  • HbsAg dan anti Hbs 
  • Fungsi hati (SGPT/ALT, SGOT/AST)
  • Pemeriksaan lebih lanjut seperti HBV-DNA, HbeAg, anti-Hbe, penanda fungsi hati lainnya serta tumor marker, USG perut, Fibroscan, CT Scan abdomen 3 fase, biopsi hati, dan sebagainya mungkin diperlukan pada kasus hepatitis B kronis atas rekomendasi dokter

Mitos: Jangan menerima transfusi darah agar tidak  tertular virus hepatitis B.

Fakta: Setiap prosedur donor darah akan melalui proses skrining yang ketat terhadap risiko penyakit yang dapat ditularkan melalui darah, seperti hepatitis B. Bila terdapat indikasi kuat untuk mendapat transfusi darah yang manfaatnya melebihi risiko penularan penyakit, donor darah tetap dianjurkan untuk dilakukan. Pencegahan hepatitis B justru perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain:

  • Berhenti atau jangan menggunakan obat-obatan terlarang
  • Hindari penggunaan barang pribadi bersama, seperti sikat gigi, alat cukur serta anting-anting
  • Waspada saat ingin menindik dan menato tubuh
  • Tidak berhubungan seks tanpa alat pengaman

Mitos: Vaksin hepatitis B hanya perlu diberikan pada anak-anak.

Fakta:  Vaksin merupakan langkah efektif dalam pencegahan hepatitis B dan harus mulai diberikan saat bayi baru lahir. Orang dewasa dari segala umur juga dianjurkan untuk menerima vaksin hepatitis B. 

Pemberian vaksin ini sangat dianjurkan untuk mereka yang berisiko tinggi tertular hepatitis B, seperti:

  • Orang yang memiliki lebih dari satu pasangan seksual
  • Orang yang menggunakan obat suntik atau berhubungan seks dengan pengguna obat suntik
  • Penderita penyakit hati kronis oleh sebab lain seperti alkohol, dan sebagainya
  • Petugas kesehatan (paramedis) yang berisiko terpapar virus hepatitis B 
  • Orang yang tinggal serumah dengan penderita hepatitis B
  • Penderita penyakit ginjal kronis

Mencegah selalu lebih baik daripada mengobati. Langkah utama dalam mencegah hepatitis B adalah melakukan vaksinasi serta menjaga kebersihan dan kesehatan diri.

Jangan ragu untuk datang ke dokter untuk memeriksakan diri Anda apabila menemukan tanda dan gejala atau merasa telah melakukan kontak dengan penderita hepatitis.


Download artikel tentang ’10 mitos & fakta seputar penyakit hepatitis B’

traveler
wisata 

×